Friday, September 27, 2019

Terima Kasih, Papa…



Untuk mengucap terima kasih kepada Mama saya, bagi saya pribadi terasa lebih mudah.
Mama yang sabar, baik hati, hampir tidak pernah melarang-larang saya dari kecil.
Malah beliau yang banyak memberikan lampu hijau atas aktivitas yang ingin saya kerjakan.
Sebagai Ibu dari  lima orang anak, tentunya tidak mudah mengurusi semuanya.
Ditambah Mama juga menjaga toko, membantu Papa dalam usahanya demi ngebulnya dapur.
Boleh dikatakan saya mengalami masa kecil yang cukup membahagiakan…
Rata-rata apa yang saya dambakan, cukup.
Tercapai.
Mama memberikan saya kursus Bahasa Inggris…
Juga memperbolehkan saya ikut Aerobik, Les Organ, tidak ada larangan berarti…

Berbeda dengan Papa.
Papa cukup keras dan berprinsip.
Sering kali prinsipnya berseberangan dengan saya.
Pernah satu kali saya sangat tertarik dengan ikut Aerobik.
Papa bilang, “Jangan!”
Dengan alasan tidak boleh saya campur dengan laki-laki dalam kelasnya.
Padahal kelasnya cewek semua.
Akhirnya dengan mediasi dan persuasi Mama, saya diperbolehkan ikutan.
Asyikkkk!
Terima kasih, Papa…!

Belum lama ini, saya membaca postingan seorang sahabat tentang anaknya yang tampil dengan permainan piano yang memukau.
Dia lalu berkisah bahwa mereka tidak punya piano di rumah.
Jadi Si Gadis menunggu saat kelarnya Kebaktian di Gerejanya, lalu belajar piano di sana.
Luar biasa, bukan?

Ini sedikit banyak mengingatkan saya pada kejadian sekitar umur 10 tahun dulu…
Saya punya keinginan belajar Organ.
Tapi karena mahal dan khawatir saya hanya ‘hangat-hangat tahi ayam’ belaka…
Papa tidak mengizinkan saya membeli alat musik itu.
Tapi saya boleh Kursus Organ di Swara Indah-Kolonel Atmo, Palembang.
Dan saya harus datang seminggu dua kali.
Satu kali untuk kursus, satu kali lagi untuk latihan sendiri.
Diberi izin oleh Pemilik kursus yang adalah teman Papa.
Papaku gitu-gitu adalah Wedding Singer dan sempat punya band di Palembang.
Dan itu setidaknya menurun di aku.
Yang belum tercapai hanyalah keinginan beliau untuk rekaman, sampai beliau berpulang di tahun 1993 itu belum terwujud.

Setelah menunjukkan keseriusanku…
Akhirnya Organ itu dibelikan juga…
Aku belajar tidak terlalu lama, lalu ganti guru…
Di mana Guru berikut yang juga teman Papa yang mengarahkan aku lebih ke Musik Pop.
Aku diajar untuk bisa mendengar dan mencari notasi lagu yang kusuka.
Hanya karena Organ, jadi tangan kiri-ku hanya pegang ‘chord’, tidak terlalu lancar menggerakkannya seperti piano…

Sekarang di rumah, hanya punya ‘keyboard’.
Yang sesekali kumainkan, jika sedang kangen.
Pernah mencipta satu lagu rohani, dari bekal permainan Organ dulu…
Ketika aku menoleh ke belakang…
Aku bersyukur untuk Papaku…
Bukan hanya aku bersyukur karena sudah berdamai dengan Papa sebelum beliau berpulang selamanya 26 tahun yang lalu…
Terlebih untuk izinnya, memperbolehkan aku belajar banyak hal yang kemudian menjadi pengalaman berharga yang kusyukuri sampai detik ini…
Dan setelah menjadi orangtua, menjadi seorang Mama…
Aku sadar, tidak mudah jadi orangtua untuk membesarkan anak dengan baik…

Terlepas dari segala kekuranganku, juga kekurangan Papa…
Tak kurang rasa syukurku atas Papaku.
Papa yang Tuhan pilihkan bagiku.
Kita memang tidak sempurna, tetapi kita selalu belajar untuk lebih baik hari lepas hari, bukan, Pa?
Our relationship was beautifully imperfect…
Indah dalam ketidaksempurnaannya…

Terima kasih, Papa…
I know you’ll be happy up there, Pa!
Aku tetap doakan Papa dan semoga Papa pun mendoakan kami semua di sini…
Proudly say...
“I’m thankful to be your daughter!”
Aku bangga jadi anakmu.

Singapura, 28 September 2019
Fonny Jodikin




Wednesday, July 31, 2019

Jangan Belagu!


Wuih… wuih…
Pagi-pagi dah diawali dengan tanda seru!!!
Ada apa ini, Fon?
Sebetulnya hari ini mood saya cerah ceria, setelah beberapa hari sempat dilanda badai hahaha…
Tapi ya, gawsa dicritainlah ya badainya…
Semua itu biasa, hanya naik-turunnya kehidupan…
(ciaile, sok wise, padahal??? Yaaaa, Namanya juga usahaaaa hahaha)

Begini.
Mungkin karena lahir di Palembang…
Mungkin juga bawaan orok…
(Gak harus blame it on something kannn, terima ajalah, Fon!)
Jadi ada rasa-rasa pegimane gitulah kalo liat atau membaca orang-orang yang belagu.
Belagu itu apa cih kakaaaa?
Itu ya sebangsa dengan sotoy, sombong…
Lagu jadul yang masih saya ingat yang berjudul ‘Borju’ oleh Group Neo.
Kira-kira begini:

Elo borju jangan belagu
Lagak lu tuh sok tau
Ini itu lihat dulu
Kagak semua orang bisa begitu
Elu borju jangan belagu
Lagak lu tuh sok tau
Ini itu lihat dulu
Kalau belagu muka luh jauhhh...
Cuma sayangnya…
Dengan berjalannya waktu…
Tambah banyak aja netizen Maha Benarlah…
Orang-orang yang seolah tau hanya seujung kuku…
Tapi koar-koar bak tau segala-galanya…
Maklum sih kalo semua kecap nomor satu….
Tapi kalo ngecap ya mbok liat-liat dulu…
*mengelus dada mode on*

Waktu kecil, kalo dia belagu…
Eh, eike juga bisa bow…
Dua-tiga kali lipat dari situ hahaha…
Cuma aku orangnya maunya berlomba dalam hal prestasi…
Belajar hal-hal lebih banyak lagi…
Biar gak kalah begitchu…
Tapi, seiring berjalannya waktu dan usia yang sudah tidak semuda dulu…
Ehmm… ehmmm..
Tapi aku ya belum tua tokh (menghibur diri mode on wkwkwk).
Karena memang dulu kalo lomba dari harta, gak ada.
Wong bokap sakit dari aku SMP dan bisnisnya sempat bangkrut.
Lalu beliau meninggal saat aku kuliah…
Bukan harta yang kupunya, tapi ya berusaha memenuhi diri dengan keahlian dan survival kit buat hidup.
Itu aja.
Jadi kalo liat anak-anak muda zaman sekarang yang kena sedikit problem aja langsung lebay tak terkira…
Daku seringnya gemesss banget dah…
Oh My God lah pokoknya…!
Tuh, tanda seru lagiii hahaha…

Semakin bijaksana…
Ya, semoga deh ya…
Semakin berumur, bukan cuma tambahan angka-keriput(walo sekarang sudah bisa banyak diatasi dengan oplas atau botox atau filler atau tanam benang dsb)-uban (juga bisa dicat)…
Semakin mengerti keadaan sesungguhnya…
Sehingga belagu, tidak terjadi di kamus kita…
Dan ingat, di atas langit masih ada Hotman Paris
#eh hihihi…

Gawsa sombong…
Gawsa belagu…
Semua itu cuma titipan…
Sekali ditarik juga habis semua…

Dan kemarin, saya sempat merasakan itu.
Di atas angin. Belagu.
Dan tiba-tiba suara hati saya berteriak…
: Elo borju, jangan belagu!
Ntar muka lo jauh, Fonnn!

#saiamemangmasihharusbelajar

Makasih Tuhan buat ‘reminder’nya yang fantastik seperti biasa…
Aku memang masih penuh dosa…
Tapi masih Kauterima sebagai umat-Mu aja dah makasih.
Tengkyuuu banget, God…

Have a nice day semua…!!!

Singapore, 1 Agustus 2019
Fonny Jodikin
*duh, dah bulan Agustus ajaaaa…so fast! Tralala, trilili, I’m hepi…



Tuesday, July 16, 2019

Take Things For Granted



Sulit mencari padanan kata dalam Bahasa Indonesia bagi istilah ‘Take Things for Granted’ ini. Namun setidaknya, saya mendapatinya di website English First (EF Indonesia), terjemahan yang lumayan oke menurutku:

Take for granted' memiliki makna tidak menganggap atau tidak menghargai nilai dari suatu hal karena sudah sangat biasa terjadi. Berbeda sekali arti sesungguhnya dengan arti yang diterjemahkan kata perkata. Contoh: She takes for granted all the work her mother does to pay her school fees.

Beberapa waktu yang lalu, saya ke Misa Siang.
Pastor Jason Richard, OFM dari Paroki Saint Mary of The Angels di belahan Barat Singapura mengungkapkan bahwa dini harinya hujan deras. Jadi, sempat mati lampu di Gereja. Microphone dan sound system sempat bermasalah. Jadi, Misa Pagi dia pimpin tanpa alat-alat ini. Dia merasa agak capek karena harus berteriak-teriak selama homili. Dan beliau pikir, memang ini adalah hal-hal yang sering kita kurang hargai karena selalu ada. Sekali gak ada, kita baru kelabakan, seperti kebakaran jenggot…

Lalu, saya berpikir…
Banyak kali kita kurang menghargai sesuatu…
Sampai sesuatu itu kemudian ditarik atau hilang dari peredaran hidup kita…
Lalu kita pun menyesalinya…

Pagi ini saya menerima kabar seorang teman yang kesehatannya makin menurun di usia yang 40-an.
Kesehatan, adalah salah satu hal yang sering kita lupakan.
Kurang kita hargai…
Sampai ketika sakit bertamu, barulah banyak orang sadar (lagi).
Betapa kesehatan itu berharga…
Bahkan sangat berharga!

Ada hal-hal tertentu yang kurang kita hargai…
Mungkin istri/suami/anak di rumah…
Mungkin itu orangtua kita…
Mungkin itu sahabat atau teman kita…
Mungkin pekerjaan kita…
Mungkin itu keadaan finansial kita saat ini…
Daftar ini bisa bertambah, sesuai dengan pribadi masing-masing…

Saya pernah di-PHK dan merasakan sulitnya keuangan tanpa penghasilan dulu semasa bekerja…
Juga ketika Papa saya sakit dari saya SMP dan harus berpulang untuk selamanya saat saya masih kuliah tingkat 1…
Saya belajar untuk mencukupi kebutuhan saya sendiri dengan bekerja paruh waktu…
Terbayang bahwa dulu saya pernah diberi Tuhan kesempatan menjadi Guru TK pada sebuah kursus Bahasa Inggris di bilangan Jakarta Barat…
Juga pernah bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah sebuah SD di Jakarta Barat yang mencari Guru Bahasa Inggris, kemudian menawarkan saya sebuah lowongan menjadi Guru Bahasa Inggris di SD-nya dari kelas 1 sampai 6.
Saya juga pernah bekerja paruh waktu di perusahaan Tour dan Travel  milik pacar seorang teman.
Belajar jadi Tour Guide, Ticketing, dan juga di bagian Akuntansi sesuai latar belakang Pendidikan saya.
Juga pernah aktif di salah satu MLM – Multi Level Marketing di zaman itu, tetapi kemudian saya sadari: MLM tidak terlalu cocok dengan jiwa saya.
Saya tidak anti, tapi saya juga tidak lagi mau aktif seperti dulu…
Saya menyadari keadaan saya berbeda dengan orang lain…
Dan ketika melakukan kilas balik, saya bersyukur: itu semua memperkaya saya dalam sekolah kehidupan ini…
Ah, pagi ini  membawa saya jauh ke belakang…
Menelusuri kembali lembaran memori yang pernah terjadi…

Banyak hal yang kita kurang hargai, yang sebetulnya adalah doa dari sebagian orang lain yang belum memilikinya…
Sementara kita yang sudah mendapatkannya???
Malahan menjadi cepat bosan dan ingin hal lainnya…

Mungkin kita harus lebih banyak belajar bersyukur.
Mungkin bersyukur itu harus kita jadikan kebiasaan hidup kita.
Semoga kita bisa lebih bijaksana untuk mengharga setiap hal di hidup kita.
Sebagai karunia-Nya yang patut kita syukuri.
Sebelum terlalu terlambat, saat itu semua ditarik dari kita satu saat nanti.
Semoga.

Singapura 17 Juli 2019
Fonny Jodikin

Thursday, March 14, 2019

In This Fast-Paced World…



In this fast-paced world…
I looked around…
Yup, people are walking even they’re in the escalators…
Rush hours, people drive the cars like crazy sometimes…
Hey, what are we looking for?
What we’re rushing into?
Could we just slow down a bit sometimes???
Not to be left behind…
But more to enjoying the current moment…
Which we tend to forget…

Time would pass…
But the thing that matters is: how we’re going to spend it?
It’s alright to stay in silent sometimes…
From the serenity, we might see things in different perspective…
Slow down a bit…
Sit back, relax…
Sending all gratefulness to the Almighty…
For we have given so much…
For all the blessings that we’ve got…
My soul is whispering:
“Thank You, Lord!”

Singapore, 15th of March 2019
Fonny Jodikin



Thursday, January 31, 2019

Call Them BTS (Panggil Mereka BTS)




(Diiringi I Need You-BTS via YouTube sebagai teman menulis pagi ini)
Jadi begini…
Saya memang satu masa sukaaa banget sama drakor a.k.a drama Korea…
Band-band jadulnya juga lumayan…
Yang suaranya oke punya, pasti suka lah…
Tapi sampai tahun lalu, sedikit banyak sudah mulai mereda…
Jika kemudian bermunculan cowok-cowok cantik yang memang jago nari, nyanyi, tapi make-up nya tebelan dia daripada gw?
Ya gak maulah haha…

Cuma akhirnya jadi begini, Sodara-sodara…
Akhir tahun 2018 saya antri tiket BTS onlen via livenation.sg maunya beli tiket konser untuk nonton bareng Odri anak pertama kami yang sudah ngakunya pre-teen (which is true though)…
Tapi entah kenapa dan bagaimana, saya gak dapet…
Rasanya ‘nyesek’ juga…
Padahal cuman BTS gitu lho…
Sedangkan buat beli di website lain atau carousell, saya koq rada males ya…
Jadi kalo gak dapat, ya udah, saya gak maksa…

Sebetulnya tulisan tentang BTS ini sudah mau saya bikin sebagai ulasan akhir tahun.
Tapi karena di akhir tahun banyak berita duka, akhirnya saya mengurungkan niatku…
Tapi emang dasar BTS sudah melekat
 (Hangul방탄소년단RRBangtan Sonyeondan) atau yang juga dikenal sebagai  Bangtan Boys, jadi mau gak mau saya tulis juga deh…

Thanks to Odri dan Lala saya kenal band ini.
Mungkin mereka ‘hillarious’, jadi klipnya totally different dari yang umumnya.
Lucu. Kocak…
Anak-anak kami nonton dari Go Go… Video yang lucu itu..
Mungkin juga karena leadernya yang konon menurut Odri dan Lala ‘not really a good dancer’ dibandingkan team matesnya, bisa bahasa Inggris dengan aksen Amerika yang okeh punya.
Padahal cuma belajar dari serial Friends…
Saya selalu suka kalo orang bisa belajar sesuatu dengan begitu baik, padahal cuma otodidak…
Mungkin karena IQ-nya yang di atas 140an? Maybe…
And even he’s not really a good dancer, dia itu rapper yang keren.
Juga pembicara yang cukup inspirational. Hampir pingsan waktu lihat dia speech di United Nations, itu Rap Monster a.k.a Kim Namjoon keren pisannn kalo speak speak…

Saya suka BTS.
Emak2 gak malu ngaku hahaha…
Karena menurut saya BTS gak bikin be te seperti emak2 yang be te dengan idolanya #ehhh… hahaha…
Mereka real. Dalam arti mereka mengakui stressnya dunia entertainment, mereka berusaha menjangkau anak muda…
Ya kalau ada yang positif begini why not?
Rata-rata dancingnya keren…
Jungkook dan V yang super ganteng…  (V mukanya dari 2013 debut sama. Jungkook cuma hidungnya doang yang beda dikit)
Jimin dari audisi narinya keren banget…
J-Hope jagoan dance..
Suga dan Jin (yang mengaku tiap kali diinterview sebagai Worldwide handsome)…
Yah, mereka memang kuat banget di tahun lalu…
Banyak penghargaan yang diraih dan konser keliling dunia…
Belum lagi wawancara di US segala…
2018 was their year, I guess…

Yang saya juga suka dari BTS…
Mereka starting sebagai group dari tahun 2013 dengan satu kamar ber-7…
Sekarang mereka tinggal di Kawasan mewah ‘Hannam the Hill”…
Moga2 personilnya tetep kece, tetep low profile…
Dan gak usah bunuh2 diri karena mereka adalah ‘Idol’ yang mengajarkan anak-anak muda untuk ‘love yourself’

Music is my thing!
Selalu suka musik dan mengulas apa yang saya suka…
Mungkin ini dari versi emak-emak yang melihat segala sesuatu sebagai proses…
BTS, sesuai dengan buku solo perdana saya dulu: from Nothing Into Something…

Sukses terus BTS, terus meraja dengan lagu-lagunya yang memang versinya lebih banyak rame dan penuh dance daripada yang selow…
Jadi jujur aja, kadang susah buat back sound nulis hihi…
Tapi kalau liat performancenya, selalu berdecak kagum…
Ih keyennn…
Emang pantes mereka go international…
After so much hard work… They deserve it!

Saya akan memilih untuk menulis hal-hal lain…
Hal yang menyenangkan dan menentramkan…
Karena bagi saya, gak akan nulis politik…
Yang membuat perpecahan dan kericuhan…
Jadi ya, I wanna call them BTS…
Karena mereka memang memberikan warna pada permusikan dunia…
Dan hidup banyak orang…

Singapore, 1 Februari 2019

Friday, November 9, 2018

Keracunan Agama




Kutinggalkan rumah di daerah ‘north-east’ (Timur Laut) Singapura itu dengan lega.
Hari itu, aku memang menemui sepasang suami istri yang aku tak pernah kenal.
Mereka minta waktu untuk jumpa karena mengunjungi anaknya di Singapura.
Sepasang suami-istri yang sangat sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Mereka singgah di Singapura, lalu mau ke Indonesia…
Sementara mereka memang tinggal di lain benua…

Panggil saja mereka Pak X dan Bu X…
Pak X bilang ingin kenal lebih jauh denganku karena sering membaca tulisan-tulisanku…
Tanpa punya prasangka apa-apa, karena beliau juga membawa serta istrinya…
Kuiyakan ajakannya untuk jumpa…
Padahal tempat tinggalku jauh dari dia, tapi tak apalah…
Untuk pembaca tulisanku, oke sajalah…
Singapura tokh tidak ada macet-macetnya…
Pertemuan singkat itu menjadi episode yang mendebarkan…
Ketika beliau bilang…
Saya juga dulu Katolik, tetapi saya kemudian berubah...
Tidak mau bilang agamanya yang sekarang…
Menimbulkan tanya dan terus terang kecurigaan…
Lalu Sang Istri yang auranya lebih ke menyeramkan daripada menenangkan…
Mulai mengindoktrinasi dengan ayat-ayat Alkitab…
Menganggap diri hebat…
Menganggap yang lainnya salah dan tak mengerti sebanyak dirinya…

“Saya hanya khawatir, Fonny berada di Gereja yang salah.” Kata Si Bapak…
#PINGSANNN…
Andaikan salah pun, so what?
Sejujurnya, saya sangat khawatir kalau-kalau saya ditawari masuk aliran sesat…
Saya dulunya Buddhist, sekarang Katolik, dan keluarga saya agamanya pun campur…
Ada Buddha, Katolik, Kristen, Islam…
Emangnya kenapa kalo beda?

Saya pilih yang terbaik bagi saya, dan situ pilih yang terbaik bagi situ, ya udah donk ah, Pak…
Masing-masing aja…
Lagian, keselamatan yang Bapak tawarkan juga saya koq ya nggak yakin-yakin amat…
Dengan menjelek-jelekkan orang lain, agama yang sama-sama notabene pengikut Kristus juga, apakah itu sesuatu yang dibanggakan?
Hati saya koq lebih banyak gusarnya daripada damainya ya?
Lagian, kita ini siapa tokh Pak, Bu?
Teman dekat, keluarga jauh, sahabat? Semuanya bukan. Semuanya NGGAK.

Lalu, Si Bapak terkadang suka forward message dan video macam-macam tentang Indonesia…
Terakhir, saya block sesudah saya bilang, saya tidak tertarik untuk pindah agama…
Karena saya hanya berpikir ini adalah pertemuan silaturahmi dan persahabatan…
Tanpa embel-embel tertentu…
Males banget kalau ketemu pake embel-embel…
Sudah teman dekat aja males, apalagi yang cuma maafff…
SKSD Palapa – Sok Kenal Sok Dekat Padahal Gak Tau Apa-apa…
Susah kalau sudah keracunan agama dan menganggap diri setara dengan Tuhan atau caranya yang paling baik sedunia…
Ah, sudahlah.
Tak perlu kita berdiskusi sedemikian rupa…

Sesudah itu saya makan siang bersama suami dan teman kantornya di Jakarta dulu.
Hati terasa lebih tenang dan semua pada bilang, “Untung gak diapa-apainnnn… “
Saya memang terlalu nekad datang ke rumahnya.
Pelajaran: lain kali gak lagi-lagi dah, jumpa ‘stranger’ di rumahnya.
Dan kalau aneh-aneh? Apalagi pake embel-embel???
Ga usah deh yaaa…

Sekian dan terima kasih…

Singapura, 10 November 2018
Fonny Jodikin
·       Kejadian di bulan September lalu. Buat self- reminder, jangan sampai keracunan agama. Jadinya yaaa gitu dehhh…



Sunday, October 28, 2018

Terbang Tinggi (Bagai Layang-Layang)

2 September 2018.
Tiba di Bali sekitar pukul 3.30 sore.
Mobil jemputan yang kami booking secara online sudah menunggu di Bandara Ngurah Rai.
Setelah bagasi dimasukkan ke dalam mobil, mulailah kami menelusuri jalan-jalan di Bali yang menuju ke hotel kami di Kawasan Sanur yang akan kami tinggali sekitar dua malam.

Sepanjang jalan dari Bandara ke Sanur…
Kami menikmati pemandangan yang jarang kami temui di Singapura.
Bertambah semaraknya suasana, karena cuaca cerah dan sepanjang jalan terlihat layang-layang.
Berbagai corak, bentuk, dan warna…
Anak-anak kami mengagumi itu semua…
Saya pun berdecak kagum dan bersyukur.
Kedatangan kami bersamaan dengan festival layang-layang yang tengah berlangsung di sini, di Bali.
Langit warna-warni…
Ah, syukur kepada Sang Ilahi!

Kami harus kembali ke Singapura tanggal 7 September 2018.
Karena hari Seninnya, anak-anak sudah mulai sekolah lagi sesudah liburan Term 3 selama seminggu.
Di Bandara Ngurah Rai, saya menemukan lagi sebuah layang-layang besar yang terpampang di sini.
Mengingatkan saya kembali atas sambutan hangat Pulau Bali bagi kami sekeluarga lima hari sebelumnya.
Padahal sebelumnya, hati juga ketar-ketir karena banyaknya bencana alam dan gempa yang terjadi di bulan-bulan sebelumnya…
Tetapi tiket sudah di tangan, hanya bisa berdoa dan melihat situasi yang terjadi…
Ketika berhasil menjejakkan kaki di Bali dan merasakan hangatnya sinar mentari di Pulau Dewata ini, hati pun kembali mensyukuri segala berkat yang kami terima…

Seperti layang-layang yang terbang tinggi…
Bukan berarti tak pernah kena tiupan angin yang kencang atau seolah lepas kendali…
Begitu pun hidup, ketika kita ingin maju…
Agaknya ada hambatan ataupun persoalan…
Tetapi semoga kita tidak berhenti sampai di situ saja…
Tetap terbang tinggi, tetap melayang indah…
Tak peduli berapa lama, tetapi percayakan saja semuanya kepada Yang Kuasa…
Selama kita hidup, tetap ingat bahwa kita bisa terbang tinggi karena ada DIA yang mengendalikan semuanya.
He’s in control!
Ketika kita terbang tinggi tanpa melibatkan Tuhan…
Ah, bukankah itu akan membawa kita kepada kehampaan demi kehampaan…
Dan berujung kekosongan belaka?

Apa yang kita cari, wahai manusia?
Tanya hatiku pagi ini saat melihat kembali foto perjalanan kami…
Jangan terlepas dari DIA yang pegang kendali atas semuanya!
Kita bisa terbang tinggi- bagai layang-layang- atas seizin-Nya dan hanya karena kebaikan-Nya!

Singapore, 29.10.2018
Fonny Jodikin